Skip to main content

Menyingkap Pesona Kimono dan Yukata: Panduan Lengkap Perbedaan Elegan Pakaian Tradisional Jepang

Pakaian tradisional Jepang, Kimono dan Yukata, sering kali memukau mata dunia dengan siluet anggun berbentuk T yang ikonik. Keduanya merupakan duta budaya Negeri Sakura yang kaya, namun di balik keindahan dan kesamaannya, terdapat serangkaian perbedaan mendalam yang menentukan tingkat formalitas, musim pemakaian, hingga status sosial penggunanya. Memahami nuansa antara Kimono yang megah dan Yukata yang riang adalah kunci untuk benar-benar mengapresiasi keindahan mode Jepang yang berakar pada sejarah dan etiket.

Marilah kita selami lebih jauh, dalam suasana yang ceria, untuk mengungkap rahasia di balik balutan kain tradisional ini, mulai dari sejarah awal, bahan baku, hingga aksesori wajib yang menyertainya.

Bab I: Sejarah Awal dan Spirit Pakaian Tradisional Jepang

1.1. Kimono: Evolusi Pakaian Nasional dan Simbol Elegansi Budaya

Kimono (secara harfiah berarti "sesuatu untuk dipakai") telah lama menjadi identik dengan identitas Jepang, berfungsi tidak hanya sebagai pakaian, tetapi juga sebagai kanvas narasi sejarah, status, dan estetika. Istilah Kimono sendiri kini telah menjadi payung untuk berbagai jenis pakaian tradisional berlengan panjang, termasuk FurisodeTomesode, dan Komon.   

Dalam sistem berbusana Kimono, formalitas ditentukan oleh banyak faktor, termasuk bahan, pola, dan panjang lengan. Contoh paling mencolok dari elegansi ini adalah Furisode. Jenis Kimono ini dikenal dengan lengan panjangnya yang menjuntai, yang secara spesifik menunjukkan status wanita muda yang belum menikah atau baru saja memasuki dunia dewasa. Lengan yang panjang dan melambai ini menuntut perhatian ekstra saat bergerak, secara efektif menekankan keseriusan dan pentingnya acara yang dihadiri, seperti upacara kedewasaan atau upacara minum teh. Furisode dibuat dari sutra mewah dan memiliki desain yang cerah dan berwarna-warni, sering menampilkan motif botani atau motif tradisional yang menyerap nilai-nilai budaya yang mendalam. Analisis motif dalam tekstil tradisional, termasuk Kimono, menunjukkan adanya penekanan kuat pada pola botani, yang melambangkan penghormatan terhadap alam dalam budaya Jepang.   

Kimono formal lainnya termasuk Uchikake, yang merupakan simbol keanggunan budaya dalam pernikahan. Uchikake dikenakan di atas Kimono pernikahan dan diikat dengan obi yang besar dan indah. Penggunaan sutra, pola yang kaya, dan teknik pemakaian yang berlapis pada Kimono formal menggarisbawahi bahwa setiap balutan kain adalah sebuah pernyataan investasi sosial—bukan hanya investasi finansial, tetapi juga investasi dalam etiket budaya dan estetika yang cermat.   

1.2. Yukata: Dari Pakaian Mandi Bangsawan menjadi Bintang Festival Musim Panas

Berbeda dengan Kimono yang sarat formalitas, Yukata memiliki sejarah yang lebih kasual dan akrab dengan kehidupan sehari-hari. Yukata sesungguhnya merupakan singkatan dari Yukatabira, yang pada awalnya adalah kimono rami tanpa lapisan (unlined hemp kimono) yang dikenakan oleh para bangsawan saat mereka mandi. Ini adalah titik awal yang penting, menunjukkan asal-usul Yukata yang memang diciptakan untuk kenyamanan dan kebersihan, bukan untuk upacara.   

Transformasi Yukata menjadi pakaian yang dikenal luas oleh masyarakat umum terjadi selama Periode Edo (abad ke-17 hingga ke-19). Keberhasilan budidaya kapas di Jepang dan kebijakan sosial seperti reformasi Tenpō yang melarang masyarakat biasa mengenakan sutra mendorong adopsi Yukata katun secara luas sebagai alternatif pakaian tradisional yang lebih praktis. Pergeseran ini menunjukkan bahwa Yukata berperan sebagai titik temu antara tradisi yang dipertahankan dan keterbatasan ekonomi atau hukum, mendorong demokratisasi bentuk T-shape ini. Sejak saat itu, Yukata mengambil peran sebagai jubah santai setelah mandi, pakaian tidur, atau pakaian untuk kegiatan sehari-hari, terutama selama musim panas yang panas dan lembap.   

Yukata paling terkenal di panggung publik saat festival musim panas. Misalnya, Festival Yukata Himeji, yang tertua di Jepang, berawal ketika Lord Sakakibara Masamine mengizinkan masyarakat mengenakan Yukata di depan umum karena persiapan festival yang tergesa-gesa. Tindakan ini melanggar tabu sosial, tetapi mengukuhkan Yukata sebagai pakaian yang praktis dan ceria untuk perayaan komunal. Saat ini, Yukata adalah barang fesyen yang penuh warna dan modis, digemari oleh pria dan wanita muda sebagai pengalih suasana dari pakaian Barat sehari-hari, terutama untuk festival kembang api dan Bon-odori.   

1.3. Mengapa Keduanya Terlihat Mirip? Perspektif Struktur Dasar

Meskipun fungsi dan formalitasnya berbeda, Kimono dan Yukata berbagi akar struktural yang sama, didasarkan pada desain T-shape klasik. Kedua pakaian dibuat dari potongan-potongan kain spesifik yang dijahit bersama—termasuk SODE (lengan), MIGORO (badan), OKUMI (tumpang tindih di depan), dan ERI (kerah).   

Metode penjahitan yang umum digunakan untuk kedua pakaian ini disebut "unit tailoring" (penjahitan satuan), yang berarti hanya menggunakan kain luar tanpa lapisan dalam. Meskipun ini adalah metode standar untuk Yukata, Kimono musim panas (hitoe) juga dapat menggunakan gaya ini. Kesamaan bentuk dasar ini sering menyebabkan kebingungan. Namun, perbedaan mendasarnya tidak terletak pada potongan, tetapi pada detail penyelesaian dan sistem perlengkapan yang mengelilinginya, khususnya pada penggunaan material dan lapisan.   

Bab II: Perbedaan Struktural dan Material: Kunci Formalitas

Perbedaan paling signifikan antara Kimono dan Yukata terletak pada bahan pembuat dan lapisan struktural yang membentuk integritas formalitas.

2.1. Kain: Sentuhan Sutra Kimono vs. Kenyamanan Katun Yukata

Material adalah indikator utama formalitas dan nilai. Kimono formal secara tradisional terbuat dari bahan yang berharga seperti sutra atau brokat, meskipun versi yang kurang formal dapat menggunakan wol atau linen. Kehalusan dan kemewahan sutra menunjukkan formalitas dan membutuhkan perawatan yang cermat.   

Sebaliknya, Yukata memanfaatkan kepraktisan. Sejak budidaya kapas berhasil di Jepang, Yukata dibuat dari katun atau serat sintetis ringan. Bahan katun membuatnya mudah dicuci dan dirawat, memperkuat perannya sebagai pakaian santai sehari-hari atau setelah mandi. Penggunaan bahan yang lebih murah dan tahan lama ini memungkinkan Yukata menjadi pilihan yang nyaman dan terjangkau di musim panas, kontras dengan sifat Kimono sutra yang memerlukan perlindungan dan perawatan yang kompleks.   

2.2. Lapisan (Lining): Rahasia di Balik Kain

Perbedaan lapisan adalah aspek struktural yang paling membedakan kedua pakaian ini.

Lapisan Kimono: Awase dan Hitoe

Gaya penjahitan Kimono yang paling ortodoks adalah gaya "bergaris" (awase), yang berarti memiliki lapisan dalam penuh. Lapisan ini memberikan berat, struktur, dan kehangatan, sehingga cocok untuk dipakai sepanjang tahun, terutama dalam acara formal. Bahkan ketika Kimono musim panas menggunakan penjahitan satuan (hitoe atau tanpa garis), sisipan (shikidate) mungkin ditambahkan untuk mengurangi transparansi tubuh. Hal ini memastikan bahwa Kimono, meskipun disesuaikan untuk cuaca, harus mempertahankan tingkat kesopanan dan formalitas yang ketat.   

Lapisan Yukata: Hitoe yang Ringan

Yukata hampir selalu tidak berlapis (hitoe / unlined). Karena Yukata berfungsi sebagai pakaian musim panas atau pakaian mandi, desain tanpa lapisan memastikan sirkulasi udara maksimal dan berat yang minimal. Sifatnya yang ringan ini sangat sesuai untuk cuaca panas dan lembap, dan mempertegas bahwa ia tidak dimaksudkan sebagai pakaian formal.   

2.3. Detail Kerah (Eri): Indikator Tingkat Keseriusan

Sistem kerah adalah penentu halus formalitas. Kimono memiliki sistem kerah berlapis yang kompleks. Kerah luar Kimono (terkadang disebut eri) ditumpuk di atas kerah Juban (pakaian dalam). Selain itu, Kimono formal sering menggunakan gaya "kerah lebar" (wide collar) yang memungkinkan penyesuaian untuk tampilan yang sempurna. Proses berlapis ini, yang melibatkan Juban dan Haneri (kerah setengah yang dapat dilepas) , membutuhkan waktu dan keahlian, secara otomatis meningkatkan tingkat formalitas pakaian tersebut.   

Sebaliknya, kerah Yukata umumnya tunggal dan sempit. Tidak ada persyaratan untuk menumpuknya di atas pakaian dalam formal atau haneri, mencerminkan fungsi santainya dan kemudahan pemakaian.   

Bab III: Aksesori Wajib: Juban, Kerah Palsu, dan Datejime

Jika Kimono adalah mahakarya, maka aksesori internalnya adalah mekanisme yang melindungi dan menyempurnakan bentuknya. Keberadaan pakaian dalam tertentu merupakan perbedaan struktural yang tidak dapat dinegosiasikan.

3.1. Juban: Pahlawan Tanpa Tanda Jasa di Balik Kimono

Pakaian dalam yang dikenal sebagai Juban merupakan pembeda wajib antara Kimono dan Yukata. Juban adalah pakaian dalam yang harus dikenakan di bawah Kimono. Fungsi utamanya sangat penting: melindungi kain Kimono yang mahal (biasanya sutra) agar tidak bersentuhan langsung dengan kulit dan keringat. Kewajiban menggunakan Juban menggarisbawahi nilai ekonomi dan warisan yang tinggi dari Kimono.   

Ketika Kimono dikenakan dengan benar, kerah Juban akan terlihat di bawah kerah Kimono. Juban wanita juga dirancang dengan bukaan kerah untuk menyisipkan eri shin (pengaku kerah), memastikan kerah Kimono mempertahankan bentuk yang tajam dan elegan. Sebaliknya, Yukata, yang terbuat dari katun dan mudah dicuci, tidak memerlukan Juban dan dikenakan langsung di kulit.   

3.2. Haneri (Kerah Setengah) dan Eri Shin: Sentuhan Akhir Kimono Formal

Sistem Kimono dilengkapi dengan Haneri dan Eri shin untuk detail formalitas. Haneri (Half collar/Kerah Setengah) adalah kerah yang dapat dilepas dan dipakai di atas kerah Juban. Ini adalah titik dekoratif yang memungkinkan penyesuaian estetika (warna atau pola) tanpa perlu mencuci Juban secara keseluruhan. Sementara itu, Eri shin adalah pengaku yang disisipkan di kerah Juban untuk memberikan bentuk yang rapi dan elegan pada garis leher. Kehadiran detail berlapis ini menunjukkan kompleksitas dan keseriusan dalam berpakaian Kimono.   

3.3. Datejime dan Koshihimo: Mengatur Siluet

Proses mengenakan Kimono formal sangat rumit dan membutuhkan banyak pengikat internal yang tidak terlihat, seperti koshihimo dan datejime, untuk menahan lapisan Juban dan menyesuaikan panjang Kimono agar pas. Proses ini menuntut ketelitian untuk mendapatkan lipatan dan siluet yang ketat dan lurus. Di sisi lain, proses pemakaian Yukata jauh lebih sederhana, mengandalkan sedikit pengikat internal karena kainnya yang ringan dan tanpa lapisan.

Bab IV: Ikat Pinggang yang Berbicara: Hierarki dan Pilihan Obi

Obi, atau ikat pinggang lebar, adalah aksesori krusial yang tidak hanya menahan pakaian tetapi juga menyampaikan tingkat formalitas. Pilihan obi yang tepat adalah salah satu pembeda paling ketat antara Kimono dan Yukata, menunjukkan adanya hierarki yang ketat.

4.1. Obi Formal: Fukuro-obi dan Nagoya-obi (Kapan dan Bagaimana Digunakan dengan Kimono)

Kimono formal memiliki pasangan obi yang bergengsi:

Fukuro-obi

Fukuro-obi (袋帯) secara umum dianggap paling bergengsi dan wajib dikoordinasikan dengan Kimono formal. Fukuro-obi mewah dan megah, sering menggunakan benang emas atau perak yang melimpah dan bordir yang halus. Meskipun hanya berhiaskan pola sekitar 60% dari panjangnya, ia tetap mempertahankan status formalnya dan sering kali sulit dibedakan dari Maru obi yang lebih formal saat dikenakan.   

Nagoya-obi

Nagoya-obi menempati posisi semi-formal atau kasual untuk Kimono. Obi ini diciptakan pada akhir Era Taisho dan memiliki konfigurasi yang lebih sederhana, sehingga lebih mudah untuk diikat. Obi ini adalah pilihan yang nyaman bagi mereka yang ingin menikmati Kimono secara kasual, seperti dengan Kimono jenis Komon.   

4.2. Obi Kasual: Hanhaba-obi – Sahabat Setia Yukata

Hanhaba-obi (半幅帯), yang berarti 'setengah lebar', adalah ikat pinggang yang secara eksklusif berpasangan dengan Yukata. Lebarnya hanya sekitar 15 cm (sekitar 5,85 inci), yang merupakan setengah dari lebar obi standar.   

Hanhaba-obi adalah obi yang paling kasual dan merupakan satu-satunya jenis obi yang dikenakan dengan Yukata. Pembatasan ini memastikan bahwa Yukata, terlepas dari desainnya, akan selalu berada di ranah kasual. Lebarnya yang lebih kecil cocok dengan sifat Yukata yang ringan dan memungkinkan simpul yang lebih sederhana dan dekoratif di bagian belakang, seperti simpul kupu-kupu yang populer di festival musim panas.   

4.3. Teknik Pengikatan: Simpul Sederhana Yukata vs. Seni Kompleks Kimono

Perbedaan obi juga tercermin dalam kompleksitas teknik pengikatan. Kimono formal memerlukan simpul yang terstruktur dan stabil, seperti simpul Otaiko, yang sering membutuhkan alat bantu dan keahlian untuk diikat. Sementara itu, Yukata yang dipasangkan dengan Hanhaba-obi memungkinkan berbagai simpul yang lebih sederhana dan dekoratif, yang dapat dikuasai dan diikat sendiri dengan relatif mudah, sesuai dengan karakter pakaian santai.

Bab V: Memijak Tradisi: Alas Kaki dan Kesempatan Penggunaan

Aksesori kaki adalah lapisan formalitas terakhir yang membedakan kedua pakaian tradisional ini, yang paling mudah dikenali adalah aturan mengenai kaus kaki.

5.1. Kaki Telanjang vs. Kaus Kaki (Tabi): Aturan Alas Kaki

Aturan alas kaki sangat jelas:

  • Kimono: Kimono formal memerlukan Tabi (kaus kaki jari terpisah). Penggunaan Tabi adalah wajib untuk menjaga kaki tetap tertutup, bersih, dan selaras dengan etiket formal, yang kemudian dipasangkan dengan Zori.   

  • Yukata: Karena sifatnya yang santai, musim panas, dan asal-usulnya sebagai pakaian mandi, Yukata sering dipasangkan dengan alas kaki tanpa Tabi, atau dikenakan barefoot. Kaki telanjang yang dipasangkan dengan sandal kayu (Geta) menekankan kesantaian dan konteks musim panas/pemakaian di penginapan onsen.   

5.2. Geta vs. Zori: Perbedaan Kayu dan Keseriusan

Jenis sandal yang dipilih juga merupakan penentu formalitas:

  • Zori: Ini adalah alas kaki yang lebih formal, dikenakan dengan Kimono tradisional. Zori sering terbuat dari bahan yang lebih halus dan mewah, seperti sutra atau kulit.   

  • Geta (下駄): Ini adalah sepatu kayu, gaya sepatu Jepang yang sangat kasual. Geta memiliki alas kayu dengan sol karet, dan tali sandalnya sering dibuat dari sisa kain kimono. Geta dikenakan dengan Yukata. Sandal kayu ini, yang umumnya dipakai tanpa kaus kaki, adalah simbol dari nuansa musim panas yang riang.   

5.3. Panduan Kesempatan: Kapan Kimono dan Kapan Yukata? (Formality Check)

Perbedaan dalam struktur, bahan, dan aksesori secara keseluruhan menentukan konteks pemakaian:

  • Kimono Formal: Kimono dikenakan untuk acara-acara seremonial yang penting, termasuk upacara kedewasaan, upacara pernikahan, dan acara-acara budaya formal lainnya. Jenis Kimono yang spesifik dipilih untuk menunjukkan status dan kepantasan acara.   

  • Yukata Kasual: Yukata adalah pakaian yang identik dengan festival musim panas (Bon-odori, kembang api), pasar bunga, atau sebagai pakaian santai di penginapan (ryokan). Sejarahnya menegaskan perannya sebagai pakaian alternatif yang praktis dan nyaman untuk musim panas.   

Bab VI: Ringkasan Cepat dan Sumber Acuan

Kimono dan Yukata sama-sama merupakan harta karun budaya, namun mereka melayani tujuan yang sangat berbeda. Kimono adalah lambang keanggunan formal yang berakar pada hierarki kain dan lapisan, sementara Yukata adalah perwujudan kegembiraan musim panas yang santai dan mudah diakses.

Untuk mempermudah pemahaman yang komprehensif, berikut adalah tabel ringkasan yang memuat semua perbedaan kunci di antara keduanya:

Tabel Perbedaan Komprehensif Kimono vs. Yukata

Aspek KunciKimonoYukata
FormalitasFormal hingga Semi-Kasual (Hierarki Jenis Pakaian)Kasual (Pakaian Santai/Musim Panas)
Bahan Utama

Sutra, Wol, Brokat Kualitas Tinggi, atau Linen 

Katun, Serat Sintetis Ringan 

Lapisan (Lining)

Umumnya Berlapis (Awase); Hitoe (Unlined) untuk musim panas 

Umumnya Tidak Berlapis (Hitoe), Sangat Ringan 

Pakaian Dalam (Juban)

Wajib (Melindungi Kain Luar yang Mahal) 

Umumnya Tidak Digunakan (Dikenakan langsung di kulit)
Kerah (Eri)

Berlapis ganda (Kimono + Juban/Haneri), Kerah lebar 

Tunggal dan Sempit (Hanya Kerah Yukata)
Aksesori Obi

Formal (Fukuro-obi) atau Semi-Formal (Nagoya-obi) 

Hanya Hanhaba-obi (Setengah Lebar), paling kasual 

Kaus KakiTabi (Wajib)

Tidak Wajib (Umumnya dikenakan tanpa Tabi/telanjang kaki) 

Alas Kaki

Zori (Formal) 

Geta (Kayu Kasual) 

Waktu PemakaianSepanjang Tahun (Disesuaikan Jenis/Lapisan)

Musim Panas (Pakaian Mandi, Festival Kembang Api) 

  

Kesimpulan dan Salam Budaya

Pemahaman atas perbedaan Kimono dan Yukata lebih dari sekadar mengenali kain; ini adalah apresiasi terhadap sistem budaya yang kompleks di mana setiap detail—mulai dari lapisan internal Juban hingga lebar obi Hanhaba—memiliki peran yang ditetapkan. Kimono mewakili warisan, nilai sosial, dan keanggunan abadi, sementara Yukata merayakan kepraktisan, kenyamanan, dan kegembiraan musim panas.

Mengenakan salah satunya, dengan pemahaman penuh tentang konteks dan etiketnya, adalah cara yang luar biasa untuk terhubung dengan jiwa mode tradisional Jepang. Baik saat menghadiri upacara yang serius dengan Kimono sutra berhias Fukuro-obi, atau berjalan riang di festival kembang api dengan Yukata katun dan Geta kayu, Anda pasti akan merasakan pesona dan keindahan abadi dari pakaian khas ini.


Sumber Acuan Terperinci

  1. Kimono-Yukata Market. (URL: https://www.kimono-yukata-market.com/collections/women-all-geta-sandals   

  2. Shop Kimono. (URL: https://www.shopkimono.com/en/shop/kimono-shoes-zori-geta   

  3. Jellyfish Indonesia. (URL: https://jellyfishindonesia.com/7-pakaian-tradisional-jepang/   

  4. Orami Magazine. (URL: https://www.orami.co.id/magazine/pakaian-tradisional-jepang   

  5. Human Academy Japanese Language School. (URL: https://hajl.athuman.com/id/column/000022.html   

  6. Project Japan. (URL: https://project-japan.jp/the-types-of-obi/   

  7. Kimono Seikatsu. (URL: http://kimonoseikatsu.weebly.com/kimono-glossary.html   

  8. Kimono-Bunka YNU. (URL: https://kimono-bunka.ynu.ac.jp/yukatatoha_en.html   

  9. Japan Travel. (URL: https://www.japan.travel/en/spot/2354/   

  10. Iowa State University Research. (URL: https://dr.lib.iastate.edu/handle/20.500.12876/Nr1V5P1z   

  11. ScienceOpen. (URL: https://www.scienceopen.com/document?vid=ea74b9e8-ad76-488b-9bea-ad243502823   

Comments

Popular posts from this blog

Sewa Kimono Himeji Kimono: Personalized Your Style

Himeji Kimono menyediakan kimono terbaik untuk kebutuhan spesial Anda, meliputi acara gathering, festival kebudayaan, buku tahunan, fashion show, presentasi dan tugas kuliah, hingga prewedding. Kami melayani persewaan kimono untuk dalam dan luar kota (S & K berlaku) dengan berbagai pilihan warna dan motif, untuk dewasa maupun anak-anak, laki-laki dan perempuan. Silakan menghubungi kami untuk mendapatkan penawaran terbaik~ Telepon : +62 877 3853 2020 Email : himejikimono@gmail.com Alamat : 7977+FM Sendangadi, Sleman Regency, Special Region of Yogyakarta Website : kimonohimeji.blogspot.com

Top Pick Customers: Yukata Pink Motif Sakura dan Geisha

Yukata pink ini adalah yukata yang paling sering disewa oleh customer. Yukata ini mempunyai kode YR023 di Katalog Himeji  dan motifnya adalah sakura tree (bunga, dahan/ ranting, dan daun) dan geisha yang memakai hikizuri cantik dengan darari musubi. Warnanya bisa dibilang pink muda (kalem). Bahan yukata terbuat dari katun halus yang adem jika dipakai. Pola yukata ini tidak memiliki okumi dan mempunyai loop kecil di bagian dalam tengah kerah, mungkin untuk digantung di gantungan baju. Somehow yukata ini adalah yang paling laris. I'm a bit conflicting in here actually. Dari beberapa kalimat saya sebelumnya, mungkin bagi yang sudah tahu betul itu apa maka saya tidak perlu lagi membahasnya. Saya berterima kasih karena yukata ini sudah membantu menyebarkan pengalaman budaya memakai kimono. Saya rasa pink, sakura dan geisha adalah kunci penting sebuah yukata dilirik oleh customer ^w^/.  

Kembaran Ibu dan Anak di Acara Budaya Sekolah

Saya sering tersenyum-senyum sendiri jika mengingat feedback dari customer yang satu ini. Beliau menyewa dua set yukata untuk dewasa dan anak-anak. Sebenarnya saya mempunya set dewasa dan anak-anak dengan motif yang persis sama loh, motif yang sedang dipakai oleh si kecil. Tetapi sang ibu memutuskan untuk sedikit memberikan twist supaya bisa tetap kembaran tetapi tidak sama, melalui warna dasar kimono yang dipillih dan warna obi yang juga mirip-mirip. Sang Ibu menceritakan kepada saya kalau saat itu sedang ada festival kebudayaan di sekolah anaknya dan ingin ikut berpartisipasi, jadi sekalian ikutan pakai kimono. Selain itu di acara budaya tersebut juga ada hands-on (praktik langsung) membuat onigiri. Cara menikmati kebudayaan paling menyenangkan adalah memang dengan mengalaminnya secara langsung. Saya harap mereka berdua mendapat pengalaman yang menyenangkan. Terima kasih sudah berbagi dengan Himeji Kimono yak~  

Kimono Day: Mangafest UGM (idk what year) Good Old Days

Kita tidak akan tahu kapan kita akan berpisah dengan good old days. Ya, manusia adalah makhluk nostalgia, dan saya sering terbawa sentimen itu. Acara Mangafest ini diselenggarakan di Jogja National Museum (JNM) dan saya lupa banget tahun kapan. Uhhh backdrop juga tidak membantu -_-;. Cuaca hari itu sangatlah terik dan sangat ideal untuk mengambil gambar tanpa perlu banyak editing untuk cahayanya. Saya memakai kimono ro/ sha uhhh mungkin ro...saya tidak terlalu bisa membedakan keduanya. Yang jelas kimono ro hitam ini memang didesain untuk musim panas, cuaca abadi di Jogja wkwkwk. Kimono ro mempunyai serat kain yang membuat kesan transparan nerawang sehingga bagus tidaknya kimono ro (dan sha) sangat bergantung dari juban yang dikenakan. Obi yang saya kenakan adalah obi pretied yang dibuat oleh Mbak Sabi. Lucu kannnn <3. And WTF why I wore my favourite blanket in summer event owkwkwkwkwk~ Berfoto bersama cosplayer Megurine Rin (Vocaloid) dan Kirito (SAO). Saya juga datang ke acara ini ...

Customer Ini Mainnya Beda (Part 3)

Senang banget klo ada customer yang memberikan feedback yang baik setelah membeli yukata dari saya~ Ms. SW dari Jakarta ini membeli set yukata dan obi dari Himeji dan memakainya untuk menghadiri event seraya naik KRL. Coba perhatikan arrangement hijabnya  yang dikepang memberikan efek manis bagi ensembel secara keseluruhan. Lucu dan kreatif yak ^~^. Terima kasih sudah memilih Himeji Kimono untuk acara spesialnya yak, Kak~ Semoga pengalamannya menyenangkan~~